Senin, 11 November 2013

Sejarah Perkembangan Sosiologi

  Awal mula perkembangan sosiologi bias dilacak pada saat terjadinya Revolusi Perancis, dan Revolusi Industri yang terjadi sepanjang abad 19 yang menimbulkan kekhawatiran, kecemasan, dan sekaligus perhatian dari para pemikir di waktu itu tentang dampak yang ditimbulkan dari pemikiran dahsyat di bidang politik dan ekonomi kapitalistik di masa itu.
 
Tokoh yang sering dianggap sebagai “Bapak Sosiologi” adalah August Comte, seorang filsafat dari Perancis yang lahir tahun 1798. August Comte mencetuskan pertama kali nama sociology dalam bukunya yang tersohor, Positive Philosophy, yang terbit tahun 1838. Istilah sosiologi berasal dari kata latin socius yang berarti “kawan” dan kata Yunani logos berarti “kata” atau “berbicara”. Jadi, sosiologi berarti berbicara mengenai masyarakat. Menurut Comte, di dalam hierarki ilmu, sosiologi menempati urutan tereatas-di atas astronomi, fisika, kimia, dan biologi (Coster, 1977). Pandangan Comte yang dianggap baru pada waktu itu adalah ia percaya bahwa sosiologi harus didasarkan pada observasi dan klasifikasi yang sistematis, dan bukan pada kekuasaan serta spekulasi.
 
Istilah sosiologi menjadi lebih popular setengah abad kemudian berkat jasa Herbert Spencer – ilmuwan dari Inggris yang menulis buku berjudul Principles of Sociology (1876). Spencer menerapkan teori evolusi organik pada masyarakat manusia dan mengembangkan teori besar tentang evolusi social yang diterima secara luas beberapa puluh tahun kemudian.

  Banyak ahli sepakat bahwa factor yang melatarbelakangi kelahiran sosiologi adalah karena adanya krisis-krisis yang terjadi di dalam masyarakat. Laeyendecker (1983), misalnya, mengaitkan kelahiran sosiologi dengan serangkaian perubahan dan krisis yang terjadi di Eropa Barat. Proses perubahan dan krisis yang diidentifikasi Laeyendecker adalah tumbuhan kapitalisme pada akhir abad 15, perubahan-perubahan di bidang sosial – politik, perubahan berkenaan dengan reformasi Martin Luther meningkatnya individualismo, lahirnya ilmu pengetahuan modern, berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri, dan revolusi industri pada abad ke-18, serta terjadinya Revolusi Perancis. Sosiologi acapkali disebut sebagai “ilmu keranjang sampah” (dengan nada memuji), karena membahas ikhwal atau masalah yang tidak dipelajari ilmu-ilmu yang ada sebelumnya dan karena kajiannya lebih banyak terfokus pada problem kemasyarakatan yang timbal akibat krisis-krisis sosial yang terjadi.

  Sejas awal kelahirannya, sosiologi banyak dipengaruhi oleh filsafat sosial. Tetapi, berbeda dengan filsafat sosial yang banyak dipengaruhi ilmu alam dan memandang masyarakat sebagai “mekanisme” yang dikuasai hukum-hukum mekanis, sosiologi lebih menempatkan warga masyarakat sebagai individu yang relatif bebas. Sementara sosiologi justru mempertanyakan keyakinan lama dari para filsuf itu, dan sebagai gantinya muncullah keyakinan baru yang dipandang lebih mencerminkan realitas sosial yang sebenarnya.

  Mengana pengetahuan sosial tidak bisa digolongkan sebagai ilmu? Berbeda dengan pengetahuan ilmiah yang bisa diuji kembali kebenarannya, pengetahuan sosial memiliki sejumlah keterbatasan dan kelemahan. Menurut Leonardus laeyendecker menyebut ada tiga keterbatasan dari pengetahuan sosial, yakni : (1) karena pengetahuan sosial diperoleh orang dari lingkungannya yang relatif terbatas. Kehidupan masyarakat diluar lingkungan pergaulannya, mereka sama sekali tidak memahaminya; (2) karena pengetahuan sosial diperoleh secara selektif menurut emosi-emosi dan karakteristik pribadi masing-masing orang, sehingga besar kemungkinan atau sekurang-kurangnya bukan tidak mungkin muncul bias; (3) karena pengetahuan sosial acapkali diperoleh secara tidak sengaja, main-main, dan karenanya kurang dipikirkan secara mendalam dan tidak selalu ditinjau secara kiritis.

  Perkembangan sosiologi yang makin mantap terjadi tahun 1895, yakni pada saat Emile Durkheim – seorang ilmuwan Perancis – menerbitkan bukunya yang berjudul Rules of Sociology Method. Dalam bukunya yang melambungkan namanya itu, Durkheim menguraikan tentang pentingya metodologi ilmiah di dalam sosiologi untuk meneliti falta sosial. Durkheim saat ini diakui banyak pihak sebagai “Bapak Metodologi Sosiologi”, dan bahkan Reiss, misalnya, lebih setuju menyebut Emile Durkheim sebagai penyumbang utama kemunculan sosiologi di Perancis, tetapi ia juga telah berhasil mempertegas eksistensi sosiologi sebagai bagian dari ilmu pengetahuan ilmiah yang memiliki ciri-ciri terukur, dapat diuji, dan objektif.

   Menurut Durkheim, tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang ia sebut sebagai fakta-fakta sosial, yakni sebuah kekuatan dan struktur yang bersifat eksternal, tetapi mampu memengaruhi perilaku individu. Dengan kata lain, falta sosial merupakan cara-cara bertindak, berpikir, dan berperasaan, yang berada di luar indvidu, dan mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikannya. Yang dimaksud fakta sosial di sini tidak hanya bersifat material, tetapi juga nonmaterial, seperti kultur, agama, atau instituis sosial.

   Pendiri sosiologi lainnya, Max Weber, memiliki pendekatan yang berbeda dengan Durkheim. Menurut Weber, sebagai ilmu yang mencoba memahami masyarakat dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya, Sosiologi tidak semestinya berkutat pada soal-soal pengukuran yang sifatnya kuantitatif dan sekadar mengkaji pengaruh factor – factor eksternal, tetapi yang lebih penting sosiologi bergerak pada upaya memahami di tingkat makna, dan mecoba mencari penjelasan pada factor-factor internal yang ada di masyarakat itu sendiri. Pada batas-batas tertentu, Weber dengan demikian mengajak para sosiolog keluar dari pikiran-pikiran ortodoks yang acapkali terlalu menekankan pada objektivitas dan kebenaran eksklusif, dan secara terbuka mengajak untuk mengakui relaitivitas interperetasi. Secara substancial, pendekatan yang ditawarkan Weber memang berbeda dengan Durkheim. Tetapi, justar karena hal itulah perkembangan sosiologi ke depan tidak pernah stagnan, apalagi mati. Sebagai sebuah ilmu yang relatif baru, perkembangan sosiologi justru selalu mencoba mencari bentuk dan memperbaiki berbagai kekurangan yang ada.

  Memasuki abad 20, perkembangan sosiologi makin variatif. Dipelopori tokoh-tokoh ilmu sosial kontemporer, terutama Anthony Giddens, fokus minat sosiologi dewasa ini bergeser dari structures ke agency, dari masyarakat yang dipahami terutama sebagai seperangkat batasan eksternal yang membatasi bidang pilihan yang bersedia untuk anggota-anggota masyarakat tersebut, dan dalam beberapa hal menentukan perilaku mereka, menuju ke era baru; memahami latar belakang sosial sebagai kumpulan sumber daya yang diambil oleh aktor-aktor untuk mengejar kepentingan mereka sendiri.

  Di era tahun 2000-an ini, perkembangan sosiologi semakin mantap dan kehadirannya diakui banyak pihak memberikan sumbangan yang sangat penting bagi usa pembangunan dan kehidupan sehari-hari masyarakat. Bidang-bidang kajian sosiologi juga terus berkembang makin variatif dan menembus batas-batas disiplin ilmu lain. Horton dan Hunt, misalnya mencatat sejumlah bidang kajian sosiologi yang saat ini dikenal dan banyak dikembangkan. Beberapa di antaranya adalah sosiologi terapan, perilaku kelompok, sosiologi budaya, perilaku menyimpang, sosiologi industri, sosiologi kesehatan, metodologi dan statistik, hukum dan masyarakat atau sosiologi hukum, sosiologi politik, sosiologi militer, perubahan sosial, sosiologi pendidikan, sosiologi perkotaan, sosiologi pedesaan, sosiologi agama, dan sebagainya. Di tahuh-tahun berikut, bisa diramalkan bahwa perkembangan sosiologi juga akan makin beragam dan makin penting.  

Tidak ada komentar:

Penyimpangan Sosial

Penyimpangan Individu : Penyimpangan yang dilakukan oleh seorang individu dengan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-n...