Perlu terlebih dahulu dibedah pengertian dari
keanekaragaman kultur atau “multikultur”. Kajian mengenai masyarakat majemuk
ini signifikan terutama di dalam masyarakat yang memang terdiri atas aneka
pelapisan sosial dan budaya yang satu sama lain saling berbeda. Indonesia,
sebab itu, mengembangkan slogan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap
satu). Slogan tersebut bersifat filosofis-politis, oleh sebab tanpa adanya
unsur pemersatu, akan mudah kiranya memecah-belah kohesi politik masyarakat
yang mendiami sekujur kepulauan nusantara ini.
Mengenai
keanekaragaman kultur ini, Bhikhu Parekh
membedakannya menjadi tiga yaitu : (1)
Keanekaragaman Subkultural, (2) Keanekaragaman Perspektif, dan (3)
Keanekaragaman Komunal. Ketiga pengertia mengenai keanekaragaman ini memiliki
dampak berbedanya titik analisis atas kajian keanekaragaman atau multikultur
yang dilakukan.
1. Keanekaragaman
Subkultural
Menurut Parekh, Keanekaragaman Subkultural
adalah suatu kondisi dimana para anggota masyarakat memiliki satu kebudayaan
umum yang luas dianut, beberapa di antara mereka menjalankan keyakinan dan
praktek yang berbeda berkenaan
dengan wilayah kehidupan
tertentu atau menempuh cara hidup mereka sendiri yang relative sangat berbeda.
Kini,
kelompok-kelompok miskin urban, “punk”, kaum waria, gay, lesbian, dan
kelompok-kelompok yang oleh masyarakat umum disebut “menyimpang” merupakan
wujud dari keanekaragaman subkultural ini. Termasuk ke dalam contoh ini adalah
Komunitas Lia Eden, kelompok-kelompok “sempalan” agama mainstream.
2. Keanekaragaman
Perspektif
Masih
menurut Parekh, Keanekaragaman Perspektif adalah
suatu kondisi di mana beberapa anggota masyarakat sangat kritis terhadap
beberapa prinsip atau nilai-nilai sentral kebudayaan yang berlaku dan berusaha
untuk menyatakannya kembali di sepanjang garis kelompok yang sesuai.
Gerakan-gerakan Feminis dan emansipasi perempuan merupakan perwakilan Keanekaragaman
Perspektif ini. Kemudian isu-isu pembentukan masyarakat madani di Indonesia,
termasuk ke dalamnya isu-isu pembentukan Negara Islam atau Negara Pancasila,
mewakili Keanekaragaman Perspektif ini.
3. Keanekaragaman
Komunal
Keanekaragaman
Komunal adalah suatu kondisi di mana sebagian besar masyarakat yang mencakup
beberapa komunitas yang sadar diri dan terorganisasi dengan baik. Mereka
menjalankan dan hidup dengan sistem keyakinan dan praktek yang berlain antara
satu kelompok dengan lainnya.
Misal dari
Keanekaragaman Komunal ini adalah para imigran yang baru tiba,
komunitas-komunitas Yahudi di Eropa dan Amerika, kaum Gypsi, masyarakat Amish,
kelompok-kelompok kultural yang
berkumpul secara teritorial seperti kaum Basque di Spanyol. Di Indonesia masuk ke
dalam kelompok ini misalnya kawasan-kawasan Pecinan (hunian komunitas Cina),
wilayah-wilayah yang dihuni suku-suku bangsa di luar wilayahnya (komunitas
Batak di Jakarta atau Bandung, misalnya).
Bahasa atas
tiga pengeritan keanekaragaman ini membawa kita pada pertanyaan, ke arah mana
keanekaragaman Indonesia hendak dialamatkan? Asumsi peneliti akan
keanekaragaman Indonesia biasanya langsung ditujukan pada hal-hal seperti
keragaman agama, bahasa, suku bangsa, dan wilayah domisili berdasar kepulauan
tempat tinggal. Namun, ketika diperhadapkan pada pembagian pengertian
keanekaragaman menurut Parekh ini, perlu dilakukan suatu pemilahan atas kajian
kemajemukan Indonesia selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar