Penyimpangan Individu : Penyimpangan
yang dilakukan oleh seorang individu dengan melakukan tindakan-tindakan yang
menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Orang
seperti itu biasanya mempunyai penyakit mental sehingga tidak dapat
mengendalikan dirinya.
Penyimpangan perilaku yang bersifat
individual sesuai dengan kadar penyimpangannya :
1. Pembandel, yaitu penyimpangan karena
tidak patuh pada nasihat orang tua agar mengubah pendiriannya yang kurang baik.
2. Pembangkang, yaitu penyimpangan karena
tidak taat pada peringatan orang-orang.
3. Pelanggar, yaitu penyimpangan karena
melanggar norma-norma yang berlaku.
4. Perusuh atau penjahat, yaitu
penyimpangan karena mengabaikan norma-norma umum sehingga menimbulkan kerugian
harta benda atau jiwa di lingkungannya.
5. Munafik, yaitu penyimpangan karena tidak
menepati janji, berkata bohong, berkhianat, dan berlagak membela.
Contoh : pencurian yang dilakukan sendiri. Seorang
anak, dari beberapa saudara, ingin menguasai harta peninggalan orang tuanya. Ia mengabaikan
saudara-saudaranya yang lain. Ia menolak norma-norma pembagian warisan menurut
adaptasi masyarakat maupun menurut norma agama. Ia menjual semua peninggalan
harta orangtuanya untuk kepentingan diri sendiri.
Penyimpangan Kelompok : Penyimpangan
yang dilakukan secara berkelompok dengan melakukan tindakan-tindakan yang
menyimpang dari norma-norma masyarakat yang berlaku. Pada umumnya, penyimpangan
kelompok terjadi dalam subkebudayaan yang menyimpang yang ada dalam masyarakat.
Contoh :Geng kejahatan atau mafia.
Penyimpangan Situsional : Disebabkan
oleh pengaruh bermacam-macam kekuatan situsional/social di luar individu dan
memaksa individu tersebut untuk berbuat menyimpang. Contoh :seorang suami yang terpaksa mencuri
karena melihat anak dan istrinya kelaparan.
Penyimpangan Sistematik : Suatu system
tingkah laku yang disertai organisasi social khusus, status formal,
peranan-peranan, nilai-nilai norma-norma, dan moral tertentu yang semuanya
berbeda dengan situasi umum. Segala pikiran dan perbuatan yang menyimpang itu
kemudian dibenarkan oleh semua anggota kelompok.
Penyimpangan Campuran ( Mixture of Both
Deviation) : gabungan antara
individu dan kelompok. Pada awalnya, seorang individu yang memiliki semacam
kekuatan yang besar, kemudian memengaruhi beberapa orang untuk melakukan
penyimpangan-penyimpangan yang bersifat kelompok.
Pesan-pesan yang disampaikan agen
sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa yang
diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa
yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak
diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan
terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari
teman-teman sebaya atau media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar
apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak
bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di
masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi
karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
Keluarga (kinship)
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi
meliputi ayah, ibu, saudara
kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam
suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan
diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas
karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi
kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat
perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng
yang berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat
agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya
pengasuh bayi (baby sitter). menurut Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam
sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada
dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
Teman pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut
teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke
luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang
bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses
sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok
bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam
keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman,
dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara
mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya.
Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang
mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari
nilai-nilai keadilan.
Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Media massa merupakan salah satu agen
sosialisasi yang paling berpengaruh
Menurut Dreeben, dalam lembaga
pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain
yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence),
prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity).
Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam
melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus
dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
Media massa
Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media
elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya
pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang
disampaikan.
Contoh:
Penayangan acara SmackDown! di televisi diyakini telah menyebabkan
penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
Iklan produk-produk tertentu telah
meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya.
Gelombang besar pornografi, baik dari
internet maupun media cetak atau tv, didahului dengan gelombang game eletronik
dan segmen-segmen tertentu dari media TV (horor, kekerasan, ketaklogisan, dan
seterusnya) diyakini telah mengakibatkan kecanduan massal, penurunan
kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan dampak buruk lainnya.
Agen-agen lain
Selain keluarga, sekolah, kelompok
bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama, tetangga,
organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang
membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai
tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus,
pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan
sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa
kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer
berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai
mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap
dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang
terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna
kepribadian anak akan sangat
ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan
anggota keluarga terdekatnya.
Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses
sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke
dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi.
Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru.
Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan'
identitas diri yang lama.
Proses sosialisasi
Menurut George Herbert Mead
George Herbert Mead berpendapat bahwa
sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai
berikut.
Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak
mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman
tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru
meski tidak sempurna.
Contoh: Kata "makan" yang
diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata
tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami
secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin
sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini
mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang tuanya,
kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan
seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain,
kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk
pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang
telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang
dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak
menyerap norma dan nilai. Bagi seorang
anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant
other)
Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai
berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri
dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain
pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari
adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini
lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin
kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah.
Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai
dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar
keluarganya.
Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized
Stage/Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah
dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain,
ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi
dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya
peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak
dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini
telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
Menurut Charles H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan
interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept)
seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang
kemudian disebut looking-glass
self terbentuk melalui tiga
tahapan sebagai berikut.
1. Kita membayangkan bagaimana kita di
mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak
yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di
kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2. Kita membayangkan bagaimana orang
lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah
anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia
merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan
ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu
mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu
memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu
benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan
orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau
sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat
dari dia.
3. Bagaimana perasaan kita sebagai
akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak
adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.
Ketiga tahapan di atas berkaitan erat
dengan teori labeling,
dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa
penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka
ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai