Senin, 11 November 2013

Pengertian dan Bentuk-bentuk Bunuh Diri


A.  Pengertian
Definisi bunuh diri menurut Durkheim adalah: “bunuh diri istilah diterapkan pada semua kasus kematian yang diakibatkan secara langsung atau tidak langsung dari tindakan positif atau negatif dari korban sendiri, yang dia tahu akan menghasilkan hasil ini” (Suicide, 1982 : 110). Definisi ini digunakan untuk memisahkan bunuh diri benar dari kematian disengaja. Dia kemudian mengumpulkan statistik tingkat bunuh diri beberapa negara Eropa, yang terbukti relatif konstan antara negara-negara dan di antara demografi yang lebih kecil dalam suatu negara. Dengan demikian, kecenderungan kolektif terhadap bunuh diri ditemukan.

Durkheim dalam buku ini ingin membedakan fenomena bunuh diri yang terjadi pada individu seperti yang ada dalam psikologi dengan yang terjadi karena faktor diluar individu. Sesuai dengan aturan metode sosiologis yang dibuatnya, Durkheim ingin membuktikan bahwa fakta sosial adalah penyebab fenomena bunuh diri dan ini membuktikan tesisnya tentang metodologinya terhadap masalah sosial. Meskipun fenomena bunuh diri ,juga merupakan fenomena individu, namun secara umum, Durkheim melihat peristiwa bunuh diri dapat di generalisasikan sebagai peristiwa yang disebabkan keterasingan. Dalam metodologi penelitiannya, Durkheim mengelompokkan fakta bunuh diri sesuai dengan kararkternya. Sebab apabila fakta bunuh diri hanya dilihat dalam sisi pelakunya, maka akan mempersulit hipotesa yang dikemukakannya karena akan terjadi bias, karena akan menemukan terlalu banyak faktor. Oleh karena itu Durkheim menjelaskan batasan bunuh diri sebagai berikut, “ Suicide is applied to all cases of death resulting directly or indirectly from positive or negative act of the victim himself, which he knows will produce this result ”

Ada dua situasi yang menyebabkan bunuh diri, yaitu berasal dari faktor internal, yang kedua bunuh diri harus dijelaskan dengan fakta sosial yang lainnya atau berasal dari lingkungan eksternal. Pada saat Durkheim meneliti masalah bunuh diri, kasus ini lebih banyak dianggap sebagai kasus yang disebabkan oleh penyakit mental, yang sering disebut sebagai monomania, dan orang berpenyakit gila. Namun dalam kenyataannya, beberapa prinsip yang mendasari sebab bunuh diri ini sangat berlawanan dengan data statistic yang ada, ketika masalahnya bukan berasal dari gejala klinis yang dapat dihubungkan motifnya. Ternyata bunuh diri secara statistik tidak dapat dikatakan sebagai monomania dan konsekuensinya bukan merupakan suatu penyakit.

B.  Tipe-Tipe bunuh diri
Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang memandang perilaku bunuh diri sebagai hasil dari hubungan individu dengan masyarakatnya, yang menekankan apakah individu terintegrasi dan teratur atau tidak dengan masyarakatnya. Berdasarkan hubungan tersebut, Durkheim (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2003) membagi bunuh diri menjadi 4 tipe yaitu:

1.   Bunuh diri Egoistik (egoistic suicide).
Ini adalah jenis bunuh diri yang terjadi di mana tingkat integrasi sosial yang rendah dalam masyarakat. Individu tidak cakap melakukan pengikatan diri dengan kelompok-kelompok sosial (bergaul/berinteraksi dengan kelompok sosial/masyarakat). Akibatnya adalah nilai-nilai, berbagai tradisi, norma-norma serta tujuan-tujuan sosial pun sangat sedikit untuk dijadikan panduan hidupnya. Dalam masyarakat modern, kesadaran kolektif lemah berarti bahwa orang tidak dapat melihat arti yang sama dalam hidup mereka, dan mengejar kepentingan individu tak terkendali dapat menyebabkan ketidakpuasan yang kuat. Salah satu hasil ini dapat bunuh diri. Individu yang sangat terintegrasi ke dalam struktur keluarga, kelompok agama, atau beberapa jenis lain dalam kelompok integratif cenderung menghadapi masalah ini, dan yang menjelaskan tingkat bunuh diri lebih rendah di antara mereka. Dalam masyarakat tradisional, dengan solidaritas mekanis, ini tidak mungkin menjadi penyebab bunuh diri. Ada kesadaran kolektif yang kuat memberikan seseorang atau individu arti/makna bagi kehidupan mereka.

Bagi Durkheim, ini adalah fakta social. Seorang individu tidak pernah bebas dari kekuatan kolektivitas: ‘Namun seorang pria individual mungkin, selalu ada sesuatu yang tersisa kolektif – depresi sangat dan melankolis yang dihasilkan dari individualisme berlebihan yang sama.

2.   Bunuh diri altruistik.
Ini adalah jenis bunuh diri yang terjadi ketika integrasi terlalu besar, terlalu kuat kesadaran kolektif, dan “individu dipaksa menjadi bunuh diri”. Integrasi mungkin bukan penyebab langsung bunuh diri di sini, tetapi perubahan sosial yang sangat tinggi dapat mengakibatkan integrasi ini. Pada tipe kedua, individu secara ekstrim melekat pada masyarakat dan karena hal inilah dia tidak lagi memiliki kehidupan pribadinya. Dengan integrasi sosial yang terlampau kuat, individu tidak lagi dipandang kedudukannya, namun justu dipaksa untuk tunduk/patuh sepenuhnya pada tuntutan kelompok-kelompok. Contoh : Para pengikut Jim Jones dari Kuil Rakyat atau anggota Kuil Solar, seperti juga bunuh diri ritual di Jepang. Contoh dalam masyarakat primitif yang dikutip oleh Durkheim adalah bunuh diri dari mereka yang sudah tua dan sakit, bunuh diri perempuan setelah kematian suami mereka, dan bunuh diri pengikutnya setelah kematian seorang kepala suku. Menurut Durkheim jenis bunuh diri sebenarnya mungkin “springs from hope, for it depends on the belief in beautiful perspectives beyond this life.”

3.   Bunuh diri Anomi.
Anomie atau anomy berasal dari bahasa Yunani yang berarti pelanggaran hukum. Nomos berarti penggunaan, adat, atau hukum dan nemein sarana untuk mendistribusikan. Anomy demikian adalah ketidakstabilan sosial yang dihasilkan dari pemecahan standar dan nilai-nilai. (Webster’s Dictionary). Bunuh diri tipe ini terjadi karena tatanan, hukum-hukum, serta berbagai aturan moralitas sosial mengalami kekosongan. Kelemahan aturan sosial antara norma-norma sosial dan individu dan mesti bisa membawa pada perubahan sosial ekonomi yang dramatis bagi individu. Atau dengan kata lain, tidak cukupnya aturan yang ada sebagai ‘penampung’ aspirasi individu. Dari sini kemudian terjadilah semacam frustasi sosial yang kemudian meningkatkan keinginan orang untuk bunuh diri.

Seperti halnya dengan anomi pembagian kerja, ini dapat terjadi ketika bentuk normal pembagian kerja terganggu, dan “kolektivitas untuk sementara tidak mampu melaksanakan kewenangan atas individu-individu.” (Ritzer, hal 92). Hal ini dapat terjadi baik selama periode terkait dengan depresi ekonomi (pasar modal kecelakaan tahun 1930-an) atau ekspansi ekonomi yang cepat. Situasi baru dengan beberapa norma, efek regulatif struktur melemah, dan individu mungkin merasa tanpa akar. Dalam situasi ini, seseorang dapat dikenakan arus sosial anomik. Orang-orang yang dibebaskan dari kendala menjadi “budak nafsu mereka, dan sebagai hasilnya, menurut pandangan Durkheim, melakukan berbagai tindakan destruktif, termasuk bunuh diri dalam jumlah yang lebih besar.” (Ritzer, hal, 92).

Ada empat jenis bunuh diri akibat dari tipe anomik ini, antara lain:
a.    Anomi ekonomis akut (acute economic anomie) yakni kemerosotan secara sporadis pada kemampuan lembaga-lembaga tradisional (seperti agama dan sistem-sistem sosial pra-industrial) untuk meregulasikan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial.
b.    Anomi ekonomis kronis (chronic economic anomie) adalah kemerosotan regulasi moral yang berjalan dalam jangka waktu yang cukup lama. Misalnya saja revolusi industri yang menggerogoti aturan-aturan sosial tradisional. Tujuan-tujuan untuk meraih kekayaan dan milik pribadi ternyata tidak cukup untuk menyediakan perasaan bahagia. Saat itu angka bunuh diri lebih tinggi terjadi pada orang yang kaya daripada orang-orang yang miskin.
c.    Anomi domestik akut (acute domestic anomie) yang dapat dipahami sebagai perubahan yang sedemikian mendadak pada tingkatan mikrososial yang berakibat pada ketidakmampuan untuk melakukan adaptasi. Misalnya saja keadaan menjadi janda (widowhood) merupakan contoh terbaik dari kondisi anomi semacam ini.
d.    Anomi domestik kronis (chronic domestic anomie) dapat dilihat pada kasus pernikahan sebagai institusi atau lembaga yang mengatur keseimbangan antara sarana dan kebutuhan seksual dan perilaku di antara kaum lelaki dan perempuan. Seringkali yang terjadi adalah lembaga perkawinan secara tradisional sedemikian mengekang kehidupan kalangan perempuan sehingga membatasi peluang-peluang dan tujuan-tujuan hidup mereka.

4.   Bunuh diri fatalistik.
Aturan sosial adalah sesuatu yang ditanamkan secara lengkap pada individu. Di sana kemudian tidak ada lagi harapan dari perlawanan perubahan pada disiplin yang menyesakkan dari masyarakat. Maka bunuh diri dirasakan sebagai cara untuk lari dari kenyataan ini. “To bring out the ineluctable and inflexible nature of a rule against which there is no appeal, and in contrast with the expression “anomy” which has just been used, we might call it fatalistic suicide”(Durkheim, 239).

C.  Alasan Bunuh Diri
Emile Durkheim merupakan tokoh sosiologi klasik yang terkenal dengan teori bunuh dirinya. Dalam bukunya “SUICIDE” Emile mengemukakan dengan jelas bahwa yang menjadi penyebab bunuh diri adalah pengaruh dari integrasi social. Teori ini muncul karena Emile melihat didalam lingkungannya terdapat orang-orang yang melakukan bunuh diri. Yang kemudian menjadikan Emile tertarik untuk melakukan penelitian diberbagai Negara mengenai hal ini. Peristiwa bunuh diri merupakan kenyataan-kenyataan social tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana penelitian dengan menghubungkannya terhadap struktur social dan derajat integrasi social dari suatu kehidupan. 

Terdapat empat alasan orang bunuh diri menurut Emile Durkheim, yaitu:
a.    Karena alasan agama
Dalam penelitiannya, Durkheim mengungkapkan perbedaaan angka bunuh diri dalam penganut ajaran Katolik dan Protestan. Penganut agama Protestan cenderung lebih besar angka bunuh dirinya dibandingkan dengan penganut agama Katolik. Perbedaan ini dikarenakan adanya perbedaan kebebasan yang diberiakan oleh kedua agama tersebut kepada penganutnya. Penganut agama Protestan memperoleh kebebasan yang jauh lebih besar untuk mencari sendiri hakekat ajaran-ajaran kitab suci, sedangkan pada agama Katolik tafsir agama ditentukan oleh pemuka Gereja. Akibatnya kepercayaan bersama dari penganut Protestan berkurang sehingga menimbulkan keadaan dimana penganut agama Protestan tidak lagi menganut ajaran/tafsir yang sama. Integrasi yang rendah inilah yang menjadi penyebab laju bunuh diri dari penganut ajaran ini lebih besar daripada penganut ajaran bagama Katolik.
b.    Karena alasan keluarga
Semakin kecil jumlah anggota dari suatu keluarga, maka akan semakin kecil pula keinginan untuk terus hidup. Kesatuan social yang semakin besar, semakin besar mengikat orang-orang kepada kegiatan social di antara anggota-anggota kesatuan tersebut. Kesatuan keluarga yang lebih besar biasanya lebih akan terintegrasi.
c.    Karena alasan politik
Durkheim disini mengungkapkan perbedaan angka bunuh diri antara masyarakat militer dengan masyarakat sipil. Dalam keadaan damaiangka bunuh diri pada masyarakat militer cenderung lebih besar daipada masyarakat sipil. Dan sebaliknya, dalam situasi perang masyarakat militer angka bunuh dirinya rendah. Didalam situasi perang masyarakat militer lebih terintegrasi dengan baik dengan disipilin yang keras dibandingkan saat keadaan damai di dalam situasi ini golongan militer cenderung disiplinnya menurun sehingga integrasinya menjadi lemah.
d.    Karena alasan kekacauan hidup (anomie)
Bunuh diri dengan alas an ini dikarenakan bahwa orang tidak lagi mempunyai pegangan dalam hidupnya. Norma atau aturan yang ada sudah tidak lagi sesuai dengan tuntutan jaman yang ada.


DAFTAR PUSTAKA

Siahaan, Hotman M. 1986. Pengantar Ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.


Tidak ada komentar:

Penyimpangan Sosial

Penyimpangan Individu : Penyimpangan yang dilakukan oleh seorang individu dengan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-n...