A. Hakikat
Proses Perubahan Konseptual
Hakikat
proses perubahan konseptual (Hsiao-Ching: 2004) mengatakan “Many researchers in the
field of cognitive psychology have proposed theories that explain the
difficulties faced by students when learning certain scientific concepts
(Carey, 1986; Chi et al., 1994; Thagard, 1992; Vosniadou & Brewer, 1987).
Dijelaskan bahwa banyak penelitian yang menjelaskan permasalahan dan kesulitan
dalam belajar saat menghadapi siswa dalam menjelaskan konsep sains. Perbendaan
konsep dari setiap individu pembelajar yang menjadikan sebuah permasalah dalam
pembelajaran. Maka perlu suatu integritas untuk menyamakan perspektif mengani
pemahaman untuk menjelaskan sesuatu. Sehingga konsep tersebut menjadi lebih
utuh untuk dipahaminya.
Belajar memerlukan
pengaturan diri dan pembentukan struktur konseptual melalui refleksi
dan abstraksi. Fosnot menambahkan, tujuan belajar lebih
difokuskan pada pengembangan konsep dan pemahaman yang mendalam daripada sekedar pembentukan perilaku atau
keterampilan. (Sukiman: 2008) Dalam paradigma ini, belajar lebih menekankan proses daripada hasil. Implikasinya, 'berpikir yang baik'
lebih penting daripada 'menjawab yang benar'. Seseorang yang bisa
berpikir dengan baik, dalam arti cara berpikirnya dapat
digunakan untuk menghadapi suatu fenomena baru, akan dapat menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan yang lain.
Sementara itu, seorang pelajar yang sekadar menemukan jawaban benar
belum tentu sanggup memecahkan persoalan yang baru karena
bisa jadi ia tidak mengerti bagaimana menemukan jawaban itu. Bila
proses berpikirnya berdasarkan pengandaian yang salah atau
tidak dapat diterima pada saat itu, maka ia masih dapat memperkembangkannya.
Penelitian pada siswa
tentang konsep pembelajaran sains sudah dijelaskan dalam beberapa dekade. Dari
penelitian ini, model pembelajaran perubahan konseptual diperkenalkan oleh
posner pada tahun 1982 melalui sebuah penelitiannya. (Lily Barlia dan Michael Beeth: 1999)
Model
pembelajaran ini fokus pada sains dan banyak memberikan perhatiannya. Model
pembelajaran perubahan konseptual melihat analogi antara proses pembelajaran
perubahan konseptual di dalam kelas dan proses pembelajaran perubahan konsep
sains di masyarakat. Seiring perkembangan zaman, intepretasi sebuah pengetahuan
semakin berkembang sehingga adanya sebuah konsep dalam memahami sesuatu.
Inti pembelajaran dalam perpektif konstruktivisme melibatkan
proses perubahan konseptual, terutama bila terjadi alternative conception. Bila
mengacu pada pandangan konstruktivisme psikologi personal, terdapat tiga proses
kunci yang dilakukan individu dalam membangun pengetahuan yaitu, asimilasi[1], akomodasi[2] dan ekuilibrium[3] (Piaget,
Wadsworth, 1984). (Tatang Suratno: 2008)
Ada sedikit perbedaan seperti apa yang dikatakan oleh posner.
Sementara itu, Posner et al.
(1982) memandang proses perubahan konseptual diawali oleh proses asimilasi
kemudian akomodasi. Piaget dan Posner et al. (1982) memiliki konsepsi yang agak
berbeda terutama dalam konsepsi akomodasi. Menurut Piaget dan Posner et al.,
(1982) pada intinya, asimilasi terjadi karena pengetahuan awal siswa
sejalan/berhubungan dengan fenomena dan belum terjadi perubahan skema/konflik
kognitif (Piaget) ataupun perubahan konseptual (Posner et al., 1982). (Tatang Suratno: 2008)
Model Pembelajaran Perubahan Konseptual atau dikenal dalam
bahasa Indonesia dengan istilah MPPK mampu merubah miskonsepsi atau
intuisi-intuisi yang dimiliki siswa menjadi konsep ilmiah, meningkatkan
pemahaman konsep siswa, dan meningkatkan hasil belajar siswa (Santyasa, 2004,
Suparno, 2005). Posner et al., (dalam Dole & Sinatra, 1998) lebih
lanjut menjelaskan tentang MPPK yang mengacu pada empat variabel kritis proses
perubahan konseptual, yaitu (Eka, Sadia, Suastra: 2014) :
1.
Dissatisfied, pebelajar tidak puas dengan konsep yang telah dimilikinya (existing
conception) dalam menjelaskan informasi atau data yang diketahuinya,
2.
Intelligible, konsep yang baru (new conceptions) yang diketahui
pebelajar dapat dimengerti dan membangun pemahaman,
3.
Plausible, pebelajar harus merasa bahwa konsep-konsep yang baru
tersebut adalah masuk akal, artinya pengetahuan tersebut bukan hanya membangun
pengertian dan dapat dipahami, akan tetapi harus menjadi sebuah kepercayaan (be
believable), dan
4.
Fruitful, pebelajar harus menemukan bahwa konsep-konsep baru yang
diperoleh adalah bermanfaat dan berperan untuk membangun wawasan baru (new
insight) dan hipotesis-hipotesis lebih lanjut. Berdasarkan uraian di atas model
MPKK diduga dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa.
Keempat
variabel kritis sudah menjelaskan secara jelas tentang bagaimana siswa dapat
merupakan miskosepsinya. Sehingga muncul perubahan konsep yang lebih utuh dan
kuat berdasarkan proses yang sudah dilewatkannya. Perubahan konsep memunculkan
sebuah pengetahuan baru dalam memahami sebuah konsep. Ada beberapa pengembangan
teori untuk menjelaskan mengapa konsep lebih sulit dirubah dari pada yang lain.
Teori berasumsi bahwa siswa mudah menerima sesuatu yang dipikirkan bedasarkan
ontology, seperti, berarti, proses dan mental.
Thargard juga menjelaskan beberapa
varian perubahan konsep Hsiao-Ching: 2004)
yaitu;
“…..model containing nine various types of conceptual change ranked
according to degree of increasing severity. In his analysis of scientific
conceptual systems, scientific concepts are divided into treelike structures.
These structures include kind-relations (birds, mammals, and reptiles are kinds
of animals) and part-relations (birds have feathers and beaks), as well as
relations between concepts and rules that link concepts (whales eat sardines),
which are in turn parts of the concept it self. He used these notions to create
a hierarchy of change types. In his model, the first seven kinds of change,
including adding a new instance, a new weak rule, a new strong rule, a new
part-relation, a new kind-relation, and a new concept, as well as deleting part
of a kind-hierarchy, are all common in science learning. However, other
concepts that involve reorganizing hierarchies by branch jumping and tree
switching are the most dramatic kinds of conceptual change and are common in
scientific conceptual revolution.”
Pengetahuan
yang telah dimiliki oleh seseorang sesungguhnya berasal dari pengetahuan yang
secara spontan diperoleh dari interaksinya dengan lingkungan. Sementara
pengetahuan baru dapat bersumber dari intervensi di sekolah yang keduanya bisa
konflik, kongruen, atau masing-masing berdiri sendiri. Dalam kondisi konflik
kognitif, siswa dihadapkan pada tiga pilihan, (Bagus Putrayasa: 2013,
112-113) yaitu:
1.
mempertahankan
intuisinya semula,
2.
merevisi sebagian
intuisinya melalui proses asimilasi, dan
3.
merubah pandangannya
yang bersifat intuisi tersebut dan mengakomodasikan pengetahuan baru.
Perubahan
konseptual terjadi ketika siswa memutuskan pada pilihan yang ketiga. Agar
terjadi proses perubahan konseptual, belajar melibatkan pembangkitan dan
restrukturisasi konsepsi-konsepsi yang dibawa oleh siswa sebelum pembelajaran
(Brook & Brook, 1993). Ini berarti bahwa mengajar bukan melakukan transmisi
pengetahuan tetapi memfasilitasi dan memediasi agar terjadi proses negosiasi
makna menuju pada proses perubahan konseptual (Hynd, et al., 1994).
Proses negosiasi makna tidak hanya terjadi atas aktivitas individu secara
perorangan, tetapi juga muncul dari interaksi individu dengan orang lain
melalui peer mediated instruction. Model pembelajaran perubahan
konseptual memiliki enam langkah pembelajaran (Santyasa, 2004), yaitu: (1)
Sajian masalah konseptual dan kontekstual, (2) konfrontasi miskonsepsi terkait
dengan masalah-masalah tersebut, (3) konfrontasi sangkalan berikut
strategi-strategi demonstrasi, analogi, atau contoh-contoh tandingan, (4)
konfrontasi pembuktian konsep dan prinsip secara ilmiah, (5) konfrontasi materi
dan contoh-contoh kontekstual, (6) konfrontasi pertanyaan-pertanyaan untuk
memperluas pemahaman dan penerapan pengetahuan secara bermakna. (Bagus
Putrayasa: 2013, 113)
Sarana
pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan
bahan ajar untuk siswa dan untuk guru, peralatan demonstrasi atau eksperimen
yang sesuai, model analogi, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan
kelas yang sudah ditata untuk itu. Dampak pembelajaran dari model ini adalah:
sikap positif terhadap belajar, pemahaman secara mendalam, keterampilan
penerapan pengetahuan yang variatif. Dampak pengiringnya adalah: pengenalan
jati diri, kebiasaan belajar dengan bekerja, perubahan paradigma, kebebasan,
penumbuhan kecerdasan inter dan intrapersonal. (Bagus
Putrayasa: 2013, 113)
Perspektif
tentang proses perubahan konseptual akhir-akhir ini paling banyak mendapat
perhatian para pendidik sains. (Wills
Dahar: 2006, 155) Terbukti dari
banyaknya penelitian yang dilakukan di beberapa Negara dan di Negara kita
khususnya, walaupun masih terhitung sedikit para peneliti menggunakan model
perubahan konseptual.
Telah
dikemukakan terdahulu bahwa miskonsepsi merupakan penghambat dalam belajar
sains. Oleh karena itu, miskonsepsi sedapat mungkin diadakan melalui perubahan
konseptual. Perubahan konseptual pada anak sejalan dengan cara perubahan teori
dalam sains menurut argumentasi Kuhn (Driver, 1989). (Wills Dahar: 2006, 155) Pemahaman
awal dapat menghambat proses pembelajaran, seperti yang dikatakan oleh posner.
Asimilasi merupakan tahap awal peserta didik memahami sebuah konsep. Sehingga
memiliki kemungkinan bahwa peserta didik sulit untuk memahaminya konsep baru
dan konsep awal di rubah menuju konsep baru. Permasalahan inilah yang perlu
diperhitungkan oleh guru sebagai mediator dan fasilitator untuk bagaimana
peserta didik dapat menerima sebuah pemahaman baru dengan merubah konsep awal
menjadi sebuah konsep baru dengan penjelasan yang sangat baik, terperinci dan
mudah dipahami serta perlu adanya adaptasi dengan pemahaman siswa. Pertentangan
konsep dapat memicu sulitnya siswa dapat beradaptasi dengan konsep baru. Maka
dari itu, adaptasi dengan kondisi peserta didik amalah penting guna mencapai
tujuan pembelajaran. Selain itu, akomodasi sebagai proses selanjutnya dapat memudahkan
siswa untuk menerima konsep baru dengan merubah konsep awal.
Akomodasi merupakan proses konflik
kognitif karena skema dengan fenomenanya berbeda (Piaget). Sementara Posner et
al., (1982) berpandangan lebih luas dimana akomodasi merupakan proses perubahan
konseptual dikarenakan konsepsi siswa tidak sesuai dengan fenomena yang baru;
konteksnya berbeda. Terdapat empat syarat yang menjembatani proses akomodasi, (Tatang: 2008) yaitu:
- Harus ada ketidakpuasan terhadap konsepsi yang telah ada. Siswa akan
mengubah konsepsinya bila siswa merasa konsepsi yang lama tidak dapat
digunakan lagi untuk merespon fenomena atau pengalaman baru.
- Konsepsi yang baru harus dapat dimengerti (intelligible), rasional
dan dapat memecahkan permasalahan atau fenomena yang baru.
- Konsepsi yang baru harus masuk akal (plausible), dapat memecahkan
permasalahan terdahulu serta konsisten dengan teori atau pengetahuan yang
sudah ada sebelumnya.
- Konsep yang baru harus berdaya guna atau bermanfaat (fruitful) dalam
pengembangan penelitian atau penemuan yang baru.
Perubahan konsep tidaklah hanya
terjadi pada pembelajaran sains saja. Namun ada mata pelajaran lain yang dapat
dirubah konsepnya karena seringnya terjadi perbedaan antara konsep awal dengan
konsep yang seharusnya dipahami oleh peserta didik. Proses pengamatan pada
lingkungan dapat menumbuhkan konsep-konsep awal peserta didik, meskipun
sifatnya dinamis dan dapat berubah kapanpun.
Proses
perubahan konseptual (conceptual-change process) merupakan sebuah proses dimana
peserta didik dituntut untuk mengemukakan pengetahuan awal (konsepsi) yang
mereka peroleh berdasarkan pengalaman kesehariannya, memberi alasan dan
berargumentasi ketika dihadapkan pada konsep yang ditawarkan dalam materi
pelajaran seni budaya, menganalisa dan mengambil keputusan, serta menarik
kesimpulan yang dijadikan sebagai konsep yang dapat diterima secara pribadi
maupun ilmiah, meskipun tetap bersifat tentatif. Hal ini dikarenakan seiring
dengan kematangan pengalaman dan keseharian peserta didik serta perkembangan ilmu
pengetahuan, konsep tersebut pun masih dapat tergeser oleh konsep lain yang
lebih dapat diterima. (Martadi:
2012)
B. Komponen-Komponen
Perubahan Konseptual
Gunstone
(1994) mendefinisikan perubahan konseptual ”…the abandonment of one conception and the acceptance of
another”. Kemudian, istilah perubahan konseptual penulis definisikan sebagai
suatu kondisi dimana siswa memegang konsepsi serta keyakinan yang siswa miliki
dimana keduanya [konsepsi dan keyakinan] bertentangan dengan apa yang sedang
dipelajari sehingga siswa memutuskan untuk merubahnya. Dalam proses perubahan
konseptual, apakah seluruh konsepsi awal siswa dirubah secara keseluruhan?
Mungkin saja, akan tetapi pada dasarnya terdapat dua kondisi umum dari perubahan
konsep yaitu mengganti (bersifat radikal/revolusioner) ataupun menambah [bisa
juga mengurangi] dengan konsepsi lain yang dianggap tepat konteksnya
[evolusioner]. Akan tetapi, pada umumnya proses perubahan konseptual cenderung
evolusi ketimbang revolusi (Gunstone, 1997). (Tatang: 2008)
Dikatakan tidak revolusioner karena tidak seluruhnya
konsep awal berubah menjadi konsep baru. Namun konsepsi yang tepat diselaraskan
dengan konsep yang seharunya. Sehingga perubahan konsep tidak seutuhnya
berubah, melainkan penyesuaian terhadap konsep. Ada pula beberapa proses yang
perlu dilakukan pada model perubahan konsep.
Dalam
proses perubahan konseptual terdapat beberapa proses meliputi proses mengenali
(recognizing), mengevaluasi (evaluating) konsepsi dan keyakinan, kemudian
memutuskan (deciding) apakah perlu membangun ulang (reconstructing) atau tidak
konsepsi dan keyakinan tersebut dengan yang baru (Gunstone, 1994). Rumusan yang
dikemukakan oleh Gunstone (1994) sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Postner et al. (1982): ketidakpuasan terhadap konsepsi yang ada, intelligible,
plausible dan fruitful, dimana ketidakpuasan dan fruitful merupakan faktor
penting dalam proses perubahan konseptual. Ketidakpuasan dan fruitful pada
dasarnya secara psikologis sangatlah sulit dan bergantung kognisi individu, terutama
metakognisi. (Tatang: 2008)
Faktor
lain yang mempengaruhi proses perubahan konseptual adalah faktor kontekstual.
Artinya, siswa bisa saja menerima dan memahami konsep ilmiah pada konteks
tertentu, tetapi bisa saja tetap menggunakan konsepsi awalnya [bersifat
miskonsepsi] pada konteks lain. Makna dari suatu konteks di sini adalah dari
segi penerapan konsep, konsepnya sama tetapi contoh kasusnya berbeda. Oleh
karena itu, karakteristik dari perubahan konsep adalah bersifat kontekstual dan
tidak stabil (Gunstone, 1997). Perubahan konsep yang bersifat jangka panjang
dan stabil baru bisa tercapai bila siswa mengenali hal-hal yang relevan dan
sifat umum dari konsep ilmiah secara kontekstual. (Tatang: 2008)
Ada beberapa penelitian menunjukan bagaimana implikasi
model perubahan konseptual dalam pembelajaran sains. Salah satunya hasil
penelitian yang dilakukan oleh lily barlia di sekolah dasar. Seperti yang
dikatan lily barlia dalam penelitian, (Barlia: 2014) yaitu ;[4]
“Teaching
instructional strategies based on conceptual change teaching and
extensive teacher support to students as needed, seem to effectively help students’ motivation
to learn in the meaningful ways. The effectiveness of these two factors
(conceptual change teaching and teacher support) is clearly
described, for example in irfan’s and Lina’s case. This can be one
of the valuable solutions to help these students population to increase their expectations to
be accountable for their learning outcomes instead of just finishing the
work or course assignment.
Mengajar strategi pembelajaran berdasarkan perubahan konseptual mengajar dan guru yang luas dukungan kepada siswa sangat diperlukan, tampaknya efektif membantu motivasi siswa untuk belajar dengan cara yang berarti. Efektivitas kedua faktor (perubahan konseptual mengajar dan guru mendukung) dijelaskan secara jelas, misalnya dalam irfan dan kasus Lina. Hal ini dapat menjadi salah satu solusi yang berharga untuk membantu ini siswa penduduk untuk meningkatkan harapan mereka untuk menjadi jawab atas hasil belajar mereka bukan hanya menyelesaikan pekerjaan atau tugas saja.
[1] Asimilasi
adalah proses berpikir terhadap suatu konsep dengan memunculkan suatu konsep
yang baru.
[2] Akomodasi
adalah proses cara berpikir manusia dalam memahami sebuah konsep sebagai
fasilitator untuk menemukan sebuah konsep.
[3] Ekuilibrium
adalah proses cara berpikir setelah kedua unsur seperti asimilasi dan akomodasi
tercapai maka bertemunya titip sebuah pemahaman dari sebuah konsep yang lebih
matang.
[4] Lily
Barlia.
2014. Elementary School Students’ Motivation Profiles in Learning Science for Conceptual Changing. International Journal of Science and Research (IJSR) Volume 3 Issue 7, July 2014. Retrieved
April 3, 2015 from www.ijsr.net/archive/v3i7/MDIwMTQ5ODQ=.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar