Rabu, 08 Juli 2015

Change Conceptual Model (CCM)

A.  Hakikat Proses Perubahan Konseptual
Hakikat proses perubahan konseptual (Hsiao-Ching: 2004) mengatakan “Many researchers in the field of cognitive psychology have proposed theories that explain the difficulties faced by students when learning certain scientific concepts (Carey, 1986; Chi et al., 1994; Thagard, 1992; Vosniadou & Brewer, 1987). Dijelaskan bahwa banyak penelitian yang menjelaskan permasalahan dan kesulitan dalam belajar saat menghadapi siswa dalam menjelaskan konsep sains. Perbendaan konsep dari setiap individu pembelajar yang menjadikan sebuah permasalah dalam pembelajaran. Maka perlu suatu integritas untuk menyamakan perspektif mengani pemahaman untuk menjelaskan sesuatu. Sehingga konsep tersebut menjadi lebih utuh untuk dipahaminya.
Belajar memerlukan pengaturan diri dan pembentukan struktur konseptual melalui refleksi dan abstraksi. Fosnot menambahkan, tujuan belajar lebih difokuskan pada pengembangan konsep dan pemahaman yang mendalam daripada sekedar pembentukan perilaku atau keterampilan. (Sukiman: 2008) Dalam paradigma ini, belajar lebih menekankan proses daripada hasil. Implikasinya, 'berpikir yang baik' lebih penting daripada 'menjawab yang benar'. Seseorang yang bisa berpikir dengan baik, dalam arti cara berpikirnya dapat digunakan untuk menghadapi suatu fenomena baru, akan dapat menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan yang lain. Sementara itu, seorang pelajar yang sekadar menemukan jawaban benar belum tentu sanggup memecahkan persoalan yang baru karena bisa jadi ia tidak mengerti bagaimana menemukan jawaban itu. Bila proses berpikirnya berdasarkan pengandaian yang salah atau tidak dapat diterima pada saat itu, maka ia masih dapat memperkembangkannya.
Penelitian pada siswa tentang konsep pembelajaran sains sudah dijelaskan dalam beberapa dekade. Dari penelitian ini, model pembelajaran perubahan konseptual diperkenalkan oleh posner pada tahun 1982 melalui sebuah penelitiannya. (Lily Barlia dan Michael Beeth: 1999)
Model pembelajaran ini fokus pada sains dan banyak memberikan perhatiannya. Model pembelajaran perubahan konseptual melihat analogi antara proses pembelajaran perubahan konseptual di dalam kelas dan proses pembelajaran perubahan konsep sains di masyarakat. Seiring perkembangan zaman, intepretasi sebuah pengetahuan semakin berkembang sehingga adanya sebuah konsep dalam memahami sesuatu.
Inti pembelajaran dalam perpektif konstruktivisme melibatkan proses perubahan konseptual, terutama bila terjadi alternative conception. Bila mengacu pada pandangan konstruktivisme psikologi personal, terdapat tiga proses kunci yang dilakukan individu dalam membangun pengetahuan yaitu, asimilasi[1], akomodasi[2] dan ekuilibrium[3] (Piaget, Wadsworth, 1984). (Tatang Suratno: 2008) Ada sedikit perbedaan seperti apa yang dikatakan oleh posner.
Sementara itu, Posner et al. (1982) memandang proses perubahan konseptual diawali oleh proses asimilasi kemudian akomodasi. Piaget dan Posner et al. (1982) memiliki konsepsi yang agak berbeda terutama dalam konsepsi akomodasi. Menurut Piaget dan Posner et al., (1982) pada intinya, asimilasi terjadi karena pengetahuan awal siswa sejalan/berhubungan dengan fenomena dan belum terjadi perubahan skema/konflik kognitif (Piaget) ataupun perubahan konseptual (Posner et al., 1982). (Tatang Suratno: 2008)
 Model Pembelajaran Perubahan Konseptual atau dikenal dalam bahasa Indonesia dengan istilah MPPK mampu merubah miskonsepsi atau intuisi-intuisi yang dimiliki siswa menjadi konsep ilmiah, meningkatkan pemahaman konsep siswa, dan meningkatkan hasil belajar siswa (Santyasa, 2004, Suparno, 2005). Posner et al., (dalam Dole & Sinatra, 1998) lebih lanjut menjelaskan tentang MPPK yang mengacu pada empat variabel kritis proses perubahan konseptual, yaitu (Eka, Sadia, Suastra: 2014)  :
1.    Dissatisfied, pebelajar tidak puas dengan konsep yang telah dimilikinya (existing conception) dalam menjelaskan informasi atau data yang diketahuinya,
2.    Intelligible, konsep yang baru (new conceptions) yang diketahui pebelajar dapat dimengerti dan membangun pemahaman,
3.    Plausible, pebelajar harus merasa bahwa konsep-konsep yang baru tersebut adalah masuk akal, artinya pengetahuan tersebut bukan hanya membangun pengertian dan dapat dipahami, akan tetapi harus menjadi sebuah kepercayaan (be believable), dan
4.    Fruitful, pebelajar harus menemukan bahwa konsep-konsep baru yang diperoleh adalah bermanfaat dan berperan untuk membangun wawasan baru (new insight) dan hipotesis-hipotesis lebih lanjut. Berdasarkan uraian di atas model MPKK diduga dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa.

Keempat variabel kritis sudah menjelaskan secara jelas tentang bagaimana siswa dapat merupakan miskosepsinya. Sehingga muncul perubahan konsep yang lebih utuh dan kuat berdasarkan proses yang sudah dilewatkannya. Perubahan konsep memunculkan sebuah pengetahuan baru dalam memahami sebuah konsep. Ada beberapa pengembangan teori untuk menjelaskan mengapa konsep lebih sulit dirubah dari pada yang lain. Teori berasumsi bahwa siswa mudah menerima sesuatu yang dipikirkan bedasarkan ontology, seperti, berarti, proses dan mental.
Thargard juga menjelaskan beberapa varian perubahan konsep Hsiao-Ching: 2004) yaitu;
“…..model containing nine various types of conceptual change ranked according to degree of increasing severity. In his analysis of scientific conceptual systems, scientific concepts are divided into treelike structures. These structures include kind-relations (birds, mammals, and reptiles are kinds of animals) and part-relations (birds have feathers and beaks), as well as relations between concepts and rules that link concepts (whales eat sardines), which are in turn parts of the concept it self. He used these notions to create a hierarchy of change types. In his model, the first seven kinds of change, including adding a new instance, a new weak rule, a new strong rule, a new part-relation, a new kind-relation, and a new concept, as well as deleting part of a kind-hierarchy, are all common in science learning. However, other concepts that involve reorganizing hierarchies by branch jumping and tree switching are the most dramatic kinds of conceptual change and are common in scientific conceptual revolution.”

Pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang sesungguhnya berasal dari pengetahuan yang secara spontan diperoleh dari interaksinya dengan lingkungan. Sementara pengetahuan baru dapat bersumber dari intervensi di sekolah yang keduanya bisa konflik, kongruen, atau masing-masing berdiri sendiri. Dalam kondisi konflik kognitif, siswa dihadapkan pada tiga pilihan, (Bagus Putrayasa: 2013, 112-113) yaitu:
1.    mempertahankan intuisinya semula,
2.    merevisi sebagian intuisinya melalui proses asimilasi, dan
3.    merubah pandangannya yang bersifat intuisi tersebut dan mengakomodasikan pengetahuan baru.

Perubahan konseptual terjadi ketika siswa memutuskan pada pilihan yang ketiga. Agar terjadi proses perubahan konseptual, belajar melibatkan pembangkitan dan restrukturisasi konsepsi-konsepsi yang dibawa oleh siswa sebelum pembelajaran (Brook & Brook, 1993). Ini berarti bahwa mengajar bukan melakukan transmisi pengetahuan tetapi memfasilitasi dan memediasi agar terjadi proses negosiasi makna menuju pada proses perubahan konseptual (Hynd, et al., 1994). Proses negosiasi makna tidak hanya terjadi atas aktivitas individu secara perorangan, tetapi juga muncul dari interaksi individu dengan orang lain melalui peer mediated instruction. Model pembelajaran perubahan konseptual memiliki enam langkah pembelajaran (Santyasa, 2004), yaitu: (1) Sajian masalah konseptual dan kontekstual, (2) konfrontasi miskonsepsi terkait dengan masalah-masalah tersebut, (3) konfrontasi sangkalan berikut strategi-strategi demonstrasi, analogi, atau contoh-contoh tandingan, (4) konfrontasi pembuktian konsep dan prinsip secara ilmiah, (5) konfrontasi materi dan contoh-contoh kontekstual, (6) konfrontasi pertanyaan-pertanyaan untuk memperluas pemahaman dan penerapan pengetahuan secara bermakna. (Bagus Putrayasa: 2013, 113)
Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru, peralatan demonstrasi atau eksperimen yang sesuai, model analogi, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu. Dampak pembelajaran dari model ini adalah: sikap positif terhadap belajar, pemahaman secara mendalam, keterampilan penerapan pengetahuan yang variatif. Dampak pengiringnya adalah: pengenalan jati diri, kebiasaan belajar dengan bekerja, perubahan paradigma, kebebasan, penumbuhan kecerdasan inter dan intrapersonal. (Bagus Putrayasa: 2013, 113)
Perspektif tentang proses perubahan konseptual akhir-akhir ini paling banyak mendapat perhatian para pendidik sains. (Wills Dahar: 2006, 155) Terbukti dari banyaknya penelitian yang dilakukan di beberapa Negara dan di Negara kita khususnya, walaupun masih terhitung sedikit para peneliti menggunakan model perubahan konseptual.
Telah dikemukakan terdahulu bahwa miskonsepsi merupakan penghambat dalam belajar sains. Oleh karena itu, miskonsepsi sedapat mungkin diadakan melalui perubahan konseptual. Perubahan konseptual pada anak sejalan dengan cara perubahan teori dalam sains menurut argumentasi Kuhn (Driver, 1989). (Wills Dahar: 2006, 155) Pemahaman awal dapat menghambat proses pembelajaran, seperti yang dikatakan oleh posner. Asimilasi merupakan tahap awal peserta didik memahami sebuah konsep. Sehingga memiliki kemungkinan bahwa peserta didik sulit untuk memahaminya konsep baru dan konsep awal di rubah menuju konsep baru. Permasalahan inilah yang perlu diperhitungkan oleh guru sebagai mediator dan fasilitator untuk bagaimana peserta didik dapat menerima sebuah pemahaman baru dengan merubah konsep awal menjadi sebuah konsep baru dengan penjelasan yang sangat baik, terperinci dan mudah dipahami serta perlu adanya adaptasi dengan pemahaman siswa. Pertentangan konsep dapat memicu sulitnya siswa dapat beradaptasi dengan konsep baru. Maka dari itu, adaptasi dengan kondisi peserta didik amalah penting guna mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu, akomodasi sebagai proses selanjutnya dapat memudahkan siswa untuk menerima konsep baru dengan merubah konsep awal.
Akomodasi merupakan proses konflik kognitif karena skema dengan fenomenanya berbeda (Piaget). Sementara Posner et al., (1982) berpandangan lebih luas dimana akomodasi merupakan proses perubahan konseptual dikarenakan konsepsi siswa tidak sesuai dengan fenomena yang baru; konteksnya berbeda. Terdapat empat syarat yang menjembatani proses akomodasi, (Tatang: 2008) yaitu:
  1. Harus ada ketidakpuasan terhadap konsepsi yang telah ada. Siswa akan mengubah konsepsinya bila siswa merasa konsepsi yang lama tidak dapat digunakan lagi untuk merespon fenomena atau pengalaman baru.
  2. Konsepsi yang baru harus dapat dimengerti (intelligible), rasional dan dapat memecahkan permasalahan atau fenomena yang baru.
  3. Konsepsi yang baru harus masuk akal (plausible), dapat memecahkan permasalahan terdahulu serta konsisten dengan teori atau pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.
  4. Konsep yang baru harus berdaya guna atau bermanfaat (fruitful) dalam pengembangan penelitian atau penemuan yang baru.

Perubahan konsep tidaklah hanya terjadi pada pembelajaran sains saja. Namun ada mata pelajaran lain yang dapat dirubah konsepnya karena seringnya terjadi perbedaan antara konsep awal dengan konsep yang seharusnya dipahami oleh peserta didik. Proses pengamatan pada lingkungan dapat menumbuhkan konsep-konsep awal peserta didik, meskipun sifatnya dinamis dan dapat berubah kapanpun.
Proses perubahan konseptual (conceptual-change process) merupakan sebuah proses dimana peserta didik dituntut untuk mengemukakan pengetahuan awal (konsepsi) yang mereka peroleh berdasarkan pengalaman kesehariannya, memberi alasan dan berargumentasi ketika dihadapkan pada konsep yang ditawarkan dalam materi pelajaran seni budaya, menganalisa dan mengambil keputusan, serta menarik kesimpulan yang dijadikan sebagai konsep yang dapat diterima secara pribadi maupun ilmiah, meskipun tetap bersifat tentatif. Hal ini dikarenakan seiring dengan kematangan pengalaman dan keseharian peserta didik serta perkembangan ilmu pengetahuan, konsep tersebut pun masih dapat tergeser oleh konsep lain yang lebih dapat diterima. (Martadi: 2012)

B.  Komponen-Komponen Perubahan Konseptual
Gunstone (1994) mendefinisikan perubahan konseptual ”…the abandonment of one conception and the acceptance of another”. Kemudian, istilah perubahan konseptual penulis definisikan sebagai suatu kondisi dimana siswa memegang konsepsi serta keyakinan yang siswa miliki dimana keduanya [konsepsi dan keyakinan] bertentangan dengan apa yang sedang dipelajari sehingga siswa memutuskan untuk merubahnya. Dalam proses perubahan konseptual, apakah seluruh konsepsi awal siswa dirubah secara keseluruhan? Mungkin saja, akan tetapi pada dasarnya terdapat dua kondisi umum dari perubahan konsep yaitu mengganti (bersifat radikal/revolusioner) ataupun menambah [bisa juga mengurangi] dengan konsepsi lain yang dianggap tepat konteksnya [evolusioner]. Akan tetapi, pada umumnya proses perubahan konseptual cenderung evolusi ketimbang revolusi (Gunstone, 1997). (Tatang: 2008)
Dikatakan tidak revolusioner karena tidak seluruhnya konsep awal berubah menjadi konsep baru. Namun konsepsi yang tepat diselaraskan dengan konsep yang seharunya. Sehingga perubahan konsep tidak seutuhnya berubah, melainkan penyesuaian terhadap konsep. Ada pula beberapa proses yang perlu dilakukan pada model perubahan konsep.
Dalam proses perubahan konseptual terdapat beberapa proses meliputi proses mengenali (recognizing), mengevaluasi (evaluating) konsepsi dan keyakinan, kemudian memutuskan (deciding) apakah perlu membangun ulang (reconstructing) atau tidak konsepsi dan keyakinan tersebut dengan yang baru (Gunstone, 1994). Rumusan yang dikemukakan oleh Gunstone (1994) sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Postner et al. (1982): ketidakpuasan terhadap konsepsi yang ada, intelligible, plausible dan fruitful, dimana ketidakpuasan dan fruitful merupakan faktor penting dalam proses perubahan konseptual. Ketidakpuasan dan fruitful pada dasarnya secara psikologis sangatlah sulit dan bergantung kognisi individu, terutama metakognisi. (Tatang: 2008)
Faktor lain yang mempengaruhi proses perubahan konseptual adalah faktor kontekstual. Artinya, siswa bisa saja menerima dan memahami konsep ilmiah pada konteks tertentu, tetapi bisa saja tetap menggunakan konsepsi awalnya [bersifat miskonsepsi] pada konteks lain. Makna dari suatu konteks di sini adalah dari segi penerapan konsep, konsepnya sama tetapi contoh kasusnya berbeda. Oleh karena itu, karakteristik dari perubahan konsep adalah bersifat kontekstual dan tidak stabil (Gunstone, 1997). Perubahan konsep yang bersifat jangka panjang dan stabil baru bisa tercapai bila siswa mengenali hal-hal yang relevan dan sifat umum dari konsep ilmiah secara kontekstual. (Tatang: 2008)
Ada beberapa penelitian menunjukan bagaimana implikasi model perubahan konseptual dalam pembelajaran sains. Salah satunya hasil penelitian yang dilakukan oleh lily barlia di sekolah dasar. Seperti yang dikatan lily barlia dalam penelitian, (Barlia: 2014) yaitu ;[4]
Teaching instructional strategies based on conceptual change teaching and extensive teacher support to students as needed, seem to effectively help students’ motivation to learn in the meaningful ways. The effectiveness of these two factors (conceptual change teaching and teacher support) is clearly described, for example in irfan’s and Lina’s case. This can be one of the valuable solutions to help these students population to increase their expectations to be accountable for their learning outcomes instead of just finishing the work or course assignment.

Mengajar strategi pembelajaran berdasarkan perubahan konseptual mengajar dan guru yang luas dukungan kepada siswa sangat diperlukan, tampaknya efektif membantu motivasi siswa untuk belajar dengan cara yang berarti. Efektivitas kedua faktor (perubahan konseptual mengajar dan guru mendukung) dijelaskan secara jelas, misalnya dalam irfan dan kasus Lina. Hal ini dapat menjadi salah satu solusi yang berharga untuk membantu ini siswa penduduk untuk meningkatkan harapan mereka untuk menjadi jawab atas hasil belajar mereka bukan hanya menyelesaikan pekerjaan atau tugas saja.



[1] Asimilasi adalah proses berpikir terhadap suatu konsep dengan memunculkan suatu konsep yang baru.
[2] Akomodasi adalah proses cara berpikir manusia dalam memahami sebuah konsep sebagai fasilitator untuk menemukan sebuah konsep.
[3] Ekuilibrium adalah proses cara berpikir setelah kedua unsur seperti asimilasi dan akomodasi tercapai maka bertemunya titip sebuah pemahaman dari sebuah konsep yang lebih matang.
[4] Lily Barlia. 2014. Elementary School Students’ Motivation Profiles in Learning Science for Conceptual Changing. International Journal of Science and Research (IJSR) Volume 3 Issue 7, July 2014. Retrieved April 3, 2015 from www.ijsr.net/archive/v3i7/MDIwMTQ5ODQ=.pdf

Tidak ada komentar:

Penyimpangan Sosial

Penyimpangan Individu : Penyimpangan yang dilakukan oleh seorang individu dengan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-n...